Oetune Beach

Oetune Beach
Oetune Beach - Timor Tengah Selatan

Saturday, November 18, 2017

Welcome to my Kupang Life

Life Begins at 40

Bandara International El-Tari Kupang

Saya pernah berdoa kepada Tuhan, untuk diberikan kesempatan pindah ke daerah yang dekat pantai, agar bisa menikmati suasana pantai gratis dekat dan bisa ngebir cantik menikmati sunset sesering mungkin, daerah yang jarang demo anti penista agama, daerah yang damai aman, tanpa konflik, daerah yang rukun penduduk ragam agama dan daerah yang menghargai perbedaan. 


Secara spesifik saya berdoa pingin pindah ke Bali.
Tidak berapa lama, doa saya dikabulkan. Suami saya ditugaskan di suatu daerah dekat pantai, dengan iklim yang sangat hangat dan banyak penjual minuman yang saya suka di seluruh kota :) seperti di Bali lah kira-kira.

 


Tapi bukan di Bali. Suami saya ditempatkan tugas di daerah yang jaraknya 2 kali lipat Jakarta-Bali, melainkan ke Kupang, Nusa Tenggara Timur.

He he he, awalnya saya terkejut, karena saya merasa Tuhan sedang bercanda, alih-alih ke Bali kok malah ke Kupang yang sama sekali saya tidak pernah bayangkan.
Namun saya kemudian menyesal, saya berdoa minta ampun, Tuhan tidak bercanda, Tuhan kasih berkat ke saya, Tuhan mendengar dan mengabullkan semua doa saya, walaupun tidak ‘persis’ keinginan saya, tetapi Tuhan tahu ini yang terbaik untuk suami, saya dan anak kami.

Sejak berita mutasi suami itulah, bayangan tentang Kupang agak ngeri-ngeri sedap di kepala saya. Mulailah rajin saya browsing, apa sih Kupang? Bagaimana penduduknya? Bagaimana makanannya? Fasilitas umum dan transportasi bagaimana yang ada di Kupang. Mendadak saya merasa tambah ngeri. Jarang sekali informasi akurat yang ada di internet mengenai kota Kupang. Mayoritas hanya restoran terkenal di kota tersebut, dan mungkin hanya 15 maksimal yang bisa dilihat di tripadvisor. Info sekolah, rumah sakit, puskesmas, sangat jarang ditemukan di website. Terus terang saya agak takut dan ragu untuk ikut pindah. 

Tapi tidak mungkin saya tinggal sendiri di Jakarta, walaupun sanak saudara dan ibu tinggal di sana semua, tapi salah satu komitmen yang kami pegang saat menikah dulu, adalah tidak akan tinggal terpisah satu sama lain, apalagi saat ini statusku adalah pengacara alias pengangguran banyak acara, tidak ada alasannya aku tetap stay di Jakarta sedangkan suamiku merantau sendiri ke kota yang jaraknya hampir 3000 km itu dari sini.

Setelah sebulan lebih menata hati dan harap-harap cemas, akhirnya kami mendarat di bandara El Tari, Kupang – NTT. Rumah dinas kami berada dekat bandara dan agak ‘remote’ dari perkotaan, namun tidak terlalu jauh dibanding saat kemana-mana sewaktu di jakarta. Jarak Kota dari desa Penfui, daerah tempat kami tinggal hanya 12 km. Pantai hanya 4 km, sekitar 10 menit, kalau ngebut bisa 5 menit. Walau jalan menuju rumah kami masih banyak alang-alang dan jalan tanpa aspal, namun rumah kami puji Tuhan nyaman.
Keadaan ternyata tidak seseram yang kubayangkan, malah aku merasa nyaman, tenang dan hidup tanpa terburu-buru, di sini segalanya santai, orang berkendara tidak saling sikut, jarang terdengar klakson mobil, motor-pun mengalah saat ada mobil lewat, tidak mau menang sendiri, beda sekali dengan lalu lintas jakarta atau medan yang sangat riweh ruwet dan hectic sepanjang waktu.

Sunset dekat bandara
Jalan Kaki dari rumah menuju Bandara

Masih panjang jalan kami di Kupang, NTT, saat saya menulis ini baru 3 hari menjalani kehidupan di kota harapan ini. Semoga nanti ada yang lebih banyak untuk diceritakan saat saya sudah mulai menjalani hidup totally seperti native resident Kupang.


Welcome to Kupang .. 

No comments:

Post a Comment

Most Seen Posts